Rabu, 25 Maret 2015

Pernikahan Andri dan Uni (Part 1)



Sabtu, 21 Maret 2015


Bisa jadi ini adalah hari yang paling berbahagia bagi kedua teman saya Andri dan Uni. Keduanya sudah SAH menjadi suami istri. Bagi saya dan istri saya, Andri dan Uni sudah hampir seperti saudara sendiri. Andri adalah teman saya selama kuliah di ITS. Sedangakn Uni adalah teman istri saya semenjak SMP (kalau tidak salah). Dan karena mereka berdua juga, saya bisa berkenalan dengan istri saya. Dan akhirnya berlanjut ke pernikahan. Terima kasih banyak ya Om Andri dan Tante Uni.


Di adat Jawa, pesta pernikahan biasanya diadakan dua kali. Yang pertama di rumah mempelai perempuan. Dan kedua di tempat mempelai laki-laki. Postingan kali ini akan membahas pesta pernikahan yang berlangsung di rumah Uni. 


Temu manten sebenarnya berlangsung pukul sejak pukukl 14.00. Akan tetapi saya tidak bisa menghadiri karena saya masih dalam perjalanan dari Kertosono (rumah saya) ke Sidoarjo (rumah istri saya). Dan baru bisa tiba di lokasi sekitar pukul 16.00.


Pada saat saya datang, pengantennya sudah ngaso (istirahat). Mereka sedang asyik menikmati bakso dan beberapa makanan yang memang disajikan sebagai hidangan. Meskipun terlihat lelah, tetapi mereka tetap tersenyum. Sepertinya mereka memiliki energi lebih untuk sekedar menggerakkan bibir membentuk senyum. Tenang gaes, nanti malam bakal lebih capek kok. Ehhhhhh....

Meskipun capek tapi tetep senyum

Mimik dulu, sudah haus

Keringetan karena panas dan juga nahan baju yang kekecilan. Guyon Om
Karena Yeni yang sudah akrab dengan keluarga Uni, dia langsung membaur dengan keluarga Uni. Berikut keakraban isteri saya dengan beberapa anggota keluarga Uni.

Yeni dan Eli, Adek sepupu Uni

Yeni dan Ayah Ibu Uni


Yeni dan Kakak perempuan Uni serta Nanda (Anaknya)

Selain itu, kurang afdhol jika datang ke pernikahan tapi belum foto dengan pengantinnya.

Saya dan Istri bersama kedua mempelai

Berikut ini sebuah foto yang mungkin bisa menggambarkan kisah kami berempat

Something that never change

Semoga persahabatan ini bisa bertahan selamanya. sampai anak cucu kita kelak. Amin Ya Rabbal Alamin



Kebun Raya Bogor (Part 1)

1 Maret 2015
Awal Maret kita mulai perjalanan dengan mengunjungi Kebun Raya Bogor. Kebun Raya Bogor menjadi destinasi wisata yang saya pilih karena pertama: jaraknya tak begitu jauh dari Jakarta. Dan kedua, di Bogor saya punya teman yang baik hati yang ikhlas meluangkan waktunya menjadi tour guide selama saya di Bogor. Siapa tau, habis jalan-jalan bisa mampir ke rumahnya untuk sekalian numpang makan siang gratis silaturahmi

Awalnya saya ke Bogor bersama istri saya (bagi kalian yang mau pdkt, saya harus menjelaskan semuanya di awal bahwa saya sudah menikah) ditemani dengan beberapa teman yang kebetulan tinggal dan bekerja di daerah Jabodetabek.

Personil awal adalah Aka dan Nove plus bayi kecil mereka Ahsan (mereka ga jadi ikut karena Ahsan lebih tertarik berburu Nyambik. Reptil sejenis buaya tetapi berukuran lebih kecil. Tidak-tidak, saya bercanda. Mereka tidak jadi ikut karena Ahsan agak kurang enak badan). Abdul dan Indah (kebetulan dia sudah hamil muda. Yang hamil Indah, bukan Abdul. Semoga bayinya sehat ya). Bayu si tukang foto yang sudah tidak diragukan lagi kemampuannya. Ivan yang aslinya juga jago foto, tapi kali ini tugasnya menjadi driver. Eko Pak dhe dan istri (juga ga jadi ikut karena mendadak istri kurang enak badan). Akbar dan Norman (mereka bukan pasangan. Hanya saja tempat mereka bekerja agak dekat. Sehingga berangkat bersama). Dan tentunya Okky, teman saya yang akan jadi tour guide selama kita berada di Bogor.
07.00
Abdul dan istri sudah naik KRL dari Palmerah menuju Bogor. Seharusnya saya dan yang lain berkumpul di stasiun Duren Kalibata setengah jam kemudian. Dapat konfirmasi dari Aka dan Eko ga jadi ikut. Alasannya sudah saya sebutkan di atas. Ivan, Bayu, Akbar dan Norman masih belum bangun. Mereka belum bisa move on dari tempat tidur.
Tempat kos saya dengan meeting point sangat dekat. Kepleset aja nyampe, karena saking dekatnya. Sehingga saya berangkat ke meeting point menunggu konfirmasi dari Ivan dkk. Daripada saya jamuran nunggu di stasiun, lebih baik saya mennggu di kos. Dan di sela-sela menunggu saya sambi dengan mandi, sarapan dan menunggu istri dandan.

Kegiatan tunggu-menunggu ini menghabiskan waktu yang cukup lama. dan di sela-sela itu, Abdul selalu menanyakan dimana posisi saya. Maklum, Abdul sudah nyampe Bogor pagi banget. Jawaban saya sangat gampang: menunggu Ivan dkk. Hahahaha

10.00
Saya sudah berada di stasiun Duren Kalibata. Duduk manis dengan istri di bangku stasiun yang agak keras. Sebagai informasi, kalau kalian ingin parkir sepeda motor di stasiun ini, kalian wajib hukumnya memiliki e-ticket. Kalau kalian belum punya, kalian bisa membuat langsung di loket stasiun. 

Kira-kira setelah habis permen se-emutan (gimana ya njelasinnya. Saya ngemut permen satu dan permennya habis. Begitulah kira-kira), Ivan dan rombongan datang. Dengan muka tanpa dosa mereka cengangas-cengenges. Untung saya orangnya sabar, jadi saya tidak marah.

Ada beberapa versi kenapa mereka datang terlambat. Versi yang pertama, Ivan rempong dandan sebelum berangkat. Versi yang kedua, Norman galau mau ikut apa enggak. Soalnya dia ga bawa baju ganti. Sebetulnya masih ada beberapa versi lagi. Tapi sengaja tidak ditulis. Maaf.

Tak berapa lama kemudian, KRL tujuan Bogor tiba. Dan kami pun masuk ke gerbong yang cukup ramai. Kami semua berdiri, karena kursi sudah dipenuhi oleh penumpang yang lain. Bogor, waiting for us.


Suasana di dalam KRL. Foto take by: Bayu CW
 
But, Let me take a selfie first.
Foto take by: Bayu CW
 
Ivan sedang ditelpon oleh Abdul. IYKWIM.
Foto take by: Bayu CW

11.00
Sekitar pukul 11.00 an, akhirnya kami tiba di Bogor. Abdul dan Indah (istrinya) sudah bertemu dengan Okky. Dan mereka menunggu kami di depan bank BJB. Kalau dari stasiun, keluar terus belok kiri. Terus jalan kaki kurang lebih seratus meter. Tapi waktu itu saya tidak membawa alat ukur, jadi saya kurang yakin tentang jarak dari stasiun ke bank BJB. Pokoknya kalau jalan ga capek banget kok. Sebetulnya bisa sih pake HP menggunakan aplikasi yang ada. Tapi waktu itu juga ga kepikiran. Jadi maaf kalau jaraknya kurang tepat.
Seorang wanita dengan aksen sunda yang kental memanggil-manggil nama kami. Ya dialah Okky. Tour guide yang akan menemani kita seharian di Bogor. Di sebelahnya sudah ada Abdul dan Indah yang sudah mulai berjamur menunggu kedatangan kami. Maaf ya gaes. Ya meskipun kami terlambat, at least kita datang. Ada pepatah lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Ngeles mode: On.
Oke, mari kita keliling Bogor. Oh iya, terima kasih papanya Okky yang sudah bersedia mengantar Okky dan meminjamkan mobilnya.
Ivan mengemudikan si Kijang dengan lihai. Sudah mirip sopir angkutan umum. Setelah berhaha-hihi, akhirnya kita sampai di tujuan pertama kita: Kebun Raya Bogor. Dan dengan PD nya, kami memarkirkan mobil di kawasan IPB. Dari IPB kita berjalan kaki menuju pintu masuk Kebun Raya Bogor.
Setelah kita membayar Rp 14.000,00 kepada bapak-bapak yang ada di loket, kita diberi sebuah tiket masuk. Dan di depan pintu masuk, seorang bapak-bapak berbadan tegap dan berkulit gelap memeriksa tiket kami. Setelah kami berikan tiketnya, dia menyobek tiketnya, lalu memberikan nya lagi ke kami. Waktu itu saya sudah naik pitam. Bagaimana tidak? Kita beli tiket, trus ujung-ujungnya disobek. Untung waktu itu istri saya menenangkan saya dan menyuruh saya memperbanyak istighfar. Akhirnya saya tidak jadi marah. Karena saya baru ingat, saya orangnya sabar. *fiktif....
Bersambung...

Kamis, 19 Maret 2015

Saat Beli Regulator Dikasihnya Kalkulator. Di Situ Kadang Saya Merasa Sedih

Selamat pagi, siang, sore dan malam. Tergantung kapan para pembaca mengunjungi blog saya ini. Sudah sebulan saya tidak posting artikel baru. Karena saya tidak mau asal memposting artikel (Ngeles, aslinya cuma blogger kambuhan. Mau nulis kalau lagi mood).

Semoga dengan artikel ini, saya bisa lebih istiqamah lagi dalam menulis artikel. Biar tidak jadi blogger kambuhan. Pada postingan kali ini saya ingin membagi pengalaman saya saat membeli regulator. 

Saya lupa kapan dan detailnya seperti apa. Tapi saya akan mencoba untuk menceritakan kembali. Kurang lebihnya seperti ini.
“Ada regulator Mbak?” tanya saya.
“Ada Mas. Yang merk apa?” tanya Mbak penjaga toko.
“Quantum ada ga mbak?”
“Ga ada mas. Adanya Karce.”

Dalam hati saya, ini kok mirip merk kalkulator ya.
“Coba lihat Mbak.”
Mbak nya mencari sesuatu di rak kaca. Lalu dia mengeluarkan sebuah barang yang saya yakin itu adalah kalkulator. Bukan regulator. Disitu kadang saya merasa sedih.

“Regulator Mbak, bukan kalkulator,” kata saya. Waktu itu saya sudah mau tertawa. Tapi sepertinya tidak etis. Menertawakan seseoranga karena ketidaktahuannya. Jadi saya bersikap lebih bijaksana dengan menjelaskan apa itu regulator.

“Regulator itu yang kayak gimana ya Mas.”
“Regulator itu Mbak, sebuah alat yang bisa kita gunakan untuk menghitung,” kata saya dalam hati. Tapi tidak jadi saya ucapkan.
“Regulator itu yang seperti itu Mbak,” sambil menunjuk regulator yang menempel di dinding toko. “Tapi tidak usah pakai selang, regulatornya saja.”
“Oooooh, kepala buat tabung gas?”
“Iya Mbak,” jawab saya kalem.
“Bilang dong mas. Kepalanya tabung gas. Saya ngerti. Pakai diganti regulator segala. Yang ini harganya 65ribu,” jawab Mbak nya sambil mengulurkan regulator merk wingas.

Saat Beli Regulator Dikasihnya Kalkulator. Di Situ Kadang Saya Merasa Sedih...