Selasa, 28 April 2015

BERINVESTASI DENGAN TRAVELLING



Investasi biasanya identik dengan emas, saham, reksadana ataupun properti. Atau mungkin masih ada jenis investasi lain yang belum saya ketahui, bisa dicantumkan di kolom komentar.
Kebanyakan orang tak akan setuju jika ada yang menyebut travelling adalah sebuah jenis investasi. Karena dengan travelling, uang kita akan berkurang. Meskipun kita sudah melakukan penghematan saat ber-travelling, tetap saja kita akan mengeluarkan uang. Beda lagi kalau kegiatan travelling kita didanai oleh sponsor tertentu. Atau memang profesi kita mengharuskan travelling agar kita memperoleh pendapatan.
Dan saya pun sepakat. Lha piye tho, ngentekne dhuwit kok malah disebut investasi. Lak gemblung banget.
Tapi semua pemikiran itu berubah setelah bincang ringan dengan teman saya.
Menurutnya, travelling juga sebuah investasi. Investasi kenangan dan pengalaman di masa depan.
Karena dengan travelling, kita akan mengunjungi tempat baru. Dan kita akan bertemu dengan orang-orang baru. Yang kemungkinan sangat berbeda budaya dan bahasa dengan kita. Sehingga akan menambah wawasan kita.
Dan dengan travelling, kita akan menjadi lebih dekat dengan sang Pencipta. Dan akan lebih banyak bersyukur atas kenikmatan yang kita peroleh selama ini.
Tentu saja akan banyak kenangan dan pengalaman saat melakukan travelling. Inilah yang akan menjadi cerita jika kita tua kelak. Dimana yang bisa kita lakukan hanya duduk. Sambil ditemani pasangan hidup kita. Tentunya kita tak mau jika yang kita bicarakan hanya tentang banjir, harga-harga yang terus naik ataupun kisruhnya panggung politik. Itu tidak baik untuk kesehata kita di hari tua.
Mari kita isi memori kita tentang indahnya alam ini. Sisihkan sebagian pendapatan kalian untuk investasi kenangan dan pengalaman di masa depan.

NB:
  1. Jangan lupa beribadah meskipun saat melakukan travelling. Karena inti travelling adalah mendekatkan diri kita dengan sang Pencipta,bukan sebaliknya.
  2. Membaca Al-Quran dan terjemahannya lebih baik dari pada membaca blog ini.

Jumat, 24 April 2015

PINDAH KOST



Sebagai anak perantauan, menyewa kamar kost adalah sebuah alternatif yang bisa dilakukan apabila belum mampu membeli tempat tinggal.

Anggrek XII No 6C
Sebagai perantau di Jakarta, saya sudah mengalami beberapa kali yang namanya pindah kost. Tempat kost yang pertama adalah di daerah Karbela. Tempat ini lebih tepat disebut sebagai rumah petak. Dimana di dalamnya terdapat 2 kamar tidur, satu ruang tamu dan 1 kamar mandi. Tempat itu ditinggali oleh saya dan ketiga teman saya yang lain: Juned, Zulham dan Deny. Waktu itu status saya bukan sebagai penghuni kost, lebih tepatnya numpang nge kost di tempat mereka. Saya numpang di situ sekitar empat bulan. Mulai Maret 2014. Dan Skitar bulan Agustus, kami memutuskan untuk berpisah. Karena ketidaksesuaian paham. Waktu itu Juned memutuskan untuk menikah, paham ini sangat bertentangan dengan saya, Zulham dan Deny. Karena kami belum menikah. Selain itu, Deny juga menganut paham memakai celana dalam itu bukanlah suatu keharusan. Bagi saya dan Zulham, memakai celana dalam adalah suatu keharusan. Agar tidak terjadi peselisihan yang lebih besar, kami memutuskan untuk berpisah. Juned menyewa rumah bersama istrinya. Deny lebih memilih kost di sekitar Karbela yang memang lebih dekat dengan tempat kerjanya. Sedangkan saya dan Zulham memutuskan pindah Ke Pasar Minggu yang juga lebih dekat dengan tempat kerja kami.

Jalan Kemuning Dalam 4, RT 10 RW 6. Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Setelah dari Karbela, saya pindah ke kontrakan di daerah Pasar Minggu. Saya pindah ke sini karena harga kontrakan di sini lebih murah. Rumahnya juga lebih besar. Dan lebih dekat dengan tempat kerja. Kontrakan ini saya tiggali bersama tiga orang teman saya yang lain: Zulham, Rengga dan Ibnu.
Karena kontrakan ini lebih luas, banyak teman yang silih berganti datang tiap akhir pekan. Malah ada yang hampir setiap minggunya menghabiskan waktu di kontrakan kami. Diantaranya Bocin, Griwo dan Ivan. Kadang Dyah dan Babun yang kosnya tidak begitu jauh mampir ke kontrakan kami.
Kebersamaan kami harus berakhir di penghujung Desember 2014. Saya pindah kost di daerah Duren Tiga.
Meskipun kami sudah tidak bersama lagi, kami masih sering bermain bersama ketika akhir pekan. Sampai sekarang, kontrakan itu masih mereka tempati. Hanya saja berubah komposisi penghuninya. Ibnu sudah tidak tingggal di sana karena dipindahtugaskan ke daerah Jawa Tengah. Dan Ivan yang melihat peluang untuk bisa bergabung di kontrakan ini secepat kilat menghubungi Zulham. Seperti gayung bersambut, Zulham akhirnya menerima Ivan sebagai penghuni baru.

DurenTiga. Jalan MHT Mesjid
Saya ga tahu apakah alamatnya benar atau tidak. Tapi kalau di google maps, tertulis seperti. Di sini saya tinggal bersama istri saya. Kurang lebih sekitar empat bulan, terhitung mulai akhir Desember hingga akhir April 2015.
Jarak kantor saya dengan tempat kost ini sangat dekat. Jika saya naik sepeda motor, tidak sampai sepenghisapan rokok, saya sudah bisa sampai di kantor. Karena saking dekatnya, terkadang saya bisa makan siang bersama istri.
Tetangga kos saya merupakan orang-orang yang ramah. Ada mas Habib dan istrinya. Mas Habib ini adalah senior saya ketika kuliah. Ada juga mas Resandi. Dia juga senior saya, satu angkatan dengan Mas Habib. Ada juga Sam, dia teman satu laboraturium. Tapi kami seumuran. Ada juga Mas Faisal yang tinggal di lantai dua. Dia juga seniorku semasa kuliah. Karena sudah sering bertemu, jadi kami sudah akrab.
Istri saya juga memiliki beberapa teman baru ketika kami tinggal di situ. Diantaranya adalah Mbak lulu (istri mas Habib), Mpok Leha (penjaga tempat kos), Mak Cung (penjaga tempat kos), Bu Ayu (penjual sayur di depan kos), Mbak Endang dan Mpok Lili (penjual gado-gado dan rujak buah).
Karena keakraban kami, beberapa tetangga juga sepertinya berat melepas kepergian kami. kalimat seperti berikut ini terucap dari mereka.
“Jangan lupa sama yang di sini ya,” Mak Cung.
“Sering main-mainlah kesini,” lupa siapa yang bilang.
“Sido pindah ta? Sesuk ae lho, wis bengi iki,” Mas Habib.
Terima kasih untuk semuanya. Maaf ya kalo ada salah kata dan perbuatan. Dan terima kasih sudah dibantuin angkat-angkat barang. 

Jalan Kemuning 4. RT 12 RW 6 no 32A. Pejaten Timur, Pasar minggu, Jakarta Selatan
Ini adalah alamat baru kontrakan saya. Saya dan istri mulai tinggal di sini terhitung sejak Rabu tanggal 22 April 2015.
Kontrakannya lebih luas. Lebih sejuk karena masih terdapat pohon-pohon di sekitar kontrakan kami. para tetangga baru juga sangat ramah. Malah ada seorang tetanga yang rumahnya daerah Waru, Sidoarjo, Jawa Timur. Which ic satu daerah dengan istri saya.
Semoga kami betah tinggal di sini. Karena akan repot kalau mau pindahan lagi.
Bagi kalian yang mau menikmati suasana riverside, bisa bertamu ke tempat kami.

Selasa, 21 April 2015

OCTOPUS FOUNDATION Part 1



Octopus Foundation adalah sebuah badan amal yang dibentuk oleh teman-teman seangkatan saya beberapa tahun yang lalu. Tujuan awalnya adalah untuk membantu teman kita sendiri yang pada waktu itu belum lulus kuliah dan membutuhkan bantuan financial untuk kelangsungan perkuliahannya.
Beberapa bulan terakhir, Octopus Foundation seperti mati suri. Tak ada kegiatan penyaluran dana. Laporan keuangan juga terbengkalai. Tidak semua anggota memberikan donasi seperti komitmen awal.
Saya, sebagai salah satu pengurus mohon maaf kepada teman-teman. Karena kesibukan saya, saya jadi melupakan amanat yang dulu sudah diberikan kepada saya. Hiks...
Pagi kemarin, saya dan pengurus yang lain bertekad untuk membuat Octopus Foundation lebih bagus lagi kedepannya. Lebih transparan dalam laporan keuangan. Dan tiap pengurus menjadi lebih profesional.
Untuk mencapai hal itu, dilakukan perombakan besar-besaran di bagian struktur organisasi. Dilakukan musyawarah bersama untuk memilih orang-orang yang akan didaulat menjadi pengurus. Dan memperbaharui visi misi dari organisasi ini.
Dan sampai postingan ini diterbitkan, sepertinya masih banyak yang harus dibahas. Teuteup semangat rek.
Dan semoga, kegiatan ini tidak hangat-hangat tai ayam.
(Tolong tulis Amin di kolom komentar)