Selamat pagi, siang, sore dan
malam. Tergantung kapan para pembaca mengunjungi blog saya ini. Sudah sebulan
saya tidak posting artikel baru. Karena saya tidak mau asal memposting artikel
(Ngeles, aslinya cuma blogger kambuhan. Mau nulis kalau lagi mood).
Semoga dengan artikel ini, saya
bisa lebih istiqamah lagi dalam menulis artikel. Biar tidak jadi blogger
kambuhan. Pada postingan kali ini saya ingin membagi pengalaman saya saat
membeli regulator.
Saya lupa kapan dan detailnya
seperti apa. Tapi saya akan mencoba untuk menceritakan kembali. Kurang lebihnya
seperti ini.
“Ada regulator Mbak?” tanya saya.
“Ada Mas. Yang merk apa?” tanya
Mbak penjaga toko.
“Quantum ada ga mbak?”
“Ga ada mas. Adanya Karce.”
Dalam hati saya, ini kok mirip
merk kalkulator ya.
“Coba lihat Mbak.”
Mbak nya mencari sesuatu di rak
kaca. Lalu dia mengeluarkan sebuah barang yang saya yakin itu adalah
kalkulator. Bukan regulator. Disitu kadang saya merasa sedih.
“Regulator Mbak, bukan
kalkulator,” kata saya. Waktu itu saya sudah mau tertawa. Tapi sepertinya tidak
etis. Menertawakan seseoranga karena ketidaktahuannya. Jadi saya bersikap lebih
bijaksana dengan menjelaskan apa itu regulator.
“Regulator itu yang kayak gimana
ya Mas.”
“Regulator itu Mbak, sebuah alat
yang bisa kita gunakan untuk menghitung,” kata saya dalam hati. Tapi tidak jadi
saya ucapkan.
“Regulator itu yang seperti itu
Mbak,” sambil menunjuk regulator yang menempel di dinding toko. “Tapi tidak
usah pakai selang, regulatornya saja.”
“Oooooh, kepala buat tabung gas?”
“Iya Mbak,” jawab saya kalem.
“Bilang dong mas. Kepalanya
tabung gas. Saya ngerti. Pakai diganti regulator segala. Yang ini harganya
65ribu,” jawab Mbak nya sambil mengulurkan regulator merk wingas.
Saat Beli Regulator Dikasihnya
Kalkulator. Di Situ Kadang Saya Merasa Sedih...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar