Selasa, 21 November 2017

Antara “Ayo Ambil Mainannya” Dengan “Ayo Kita Ambil Mainannya”

Beberapa hari yang lalu, saya sedang bermain dengan anak saya. Dia sedang asyik bermain mobil-mobilan.

“Beem beeemm beeemmm,” ucapnya mengikuti suara yang saya ajarkan. Harusnya breem breemm breemmm. Hingga entah di brem brem brem keberapa, mobilnya meluncur beberapa meter dari tempatnya bermain.

“Aaaaaak,” teriaknya ke arah saya.

Sebagai ayah yang baik, saya merespon balik,”Ayo Nak diambil mainannya.” Saya ucapkan dengan intonasi yang lembut dan penuh kasih sayang. Berharap dia akan mengambil mainannya sendiri.

Tapi tak disangka-sangka, respon yang keluar dari bibir mungilnya adalah,”Ambik, ambik,” ucapnya sambil menirukan saya. Sambl tangannya menunjuk mainannya.

Lalu saya ulangi dengan lebih lembut,”Ayo sayang, diambil mainannya.”

Responya masih sama,”Ambik, ambik, ambik.”

Istri saya hanya mesam-mesem. Lalu saya menggaruk-garuk kepala yang kebetulan gatal.

“Nggak gitu Mas. Kalo mau anaknya melakukan sesuatu, ya dikasih contoh. Jangan cuma disuruh saja. Tapi nggak dikasih tahu caranya.”

Jleb. Saya yang baru tahu hanya manthuk-manthuk saja.

“Ayo Nak kita ambil mainannya,” ajak saya sambil mbrangkang menuju mainannya.

Awalnya dia tidak merespon. Lalu saya ulangi, tetapi dengan wajah yang lebih excited.

Dan akhirnya dia ikut mbrangkang juga. Lalu kami berlomba mbrangkang menuju mainannya.

Dari situ saya belajar, bahwa contoh yang nyata akan lebih efektif dari sebuah ucapan.

Karena akan terlihat konyol ketika anak dilarang main HP, tapi ortunya main HP sambil leyeh-leyeh.

Akan terlihat ganjil pula ketika nyuruh anak tidur, tapi ortunya nggak ada yang tidur.


Ngerti???

Ngana Ngerti???

4 komentar: