Jumat, 04 September 2015

Saya dan Rambut Gondrong

Sore itu jalanan padat seperti biasanya. Beberapa karyawan, seperti saya, mulai berhamburan meninggalkan kantor masing-masing. Bersiap menuju ke rumah, kontrakan ataupun tempat kos, setelah seharian lelah main internet dan sesekali mainan handphone bekerja.

Sebelum pulang, saya putuskan untuk memotong rambut saya terlebih dahulu. Karena saya sekarang jadi risih dengan rambut yang agak panjang. Rasanya ada yang nyocrok-nyocrok gimana gitu. Padahal dulu saya sangat senang memanjangkan rambut saya.

Setelah sampai ke tempat potong rambut tujuan saya, saya memarkirkan sepeda motor saya. Lalu saya duduk manis menunggu sampai giliran saya tiba.

Ketika menunggu, seorang bapak berbadan tegap dengan rambut panjang sebahu duduk di sebelah saya. Dilihat dari cengengas-cengenges antara tukang cukur dan si bapak berbadan tegap, sepertinya mereka berdua sudah akrab.

“Opo wis mantep dicukur rambute?” tanya si tukang cukur.

“Iki nggowo topi nggo nutupi lak wis mari cukur,” sahut si bapak yang baru datang.

“Wis sholat istikhoroh durung?” goda si tukang cukur.

“Lambemu,” jawab si bapak sambil tersenyum.

“Ga eman pak dicukur rambute? Wis dowo tenan ngunu,” saya juga ikut nimbrung. Si tukang cukur ikut tertawa geli. Si bapak tersenyum.

“Gawe nglamar kerjo Mas,” jawabnya melas.

“Mbiyen aku yo tau gondrong. Eman banget pas arep dicukur,” sambungku.

Karena giliranku sudah tiba, aku meninggalkan bapak berambut gondrong. Aku tahu bagaimana perasaannya. Karena aku juga pernah mengalaminya.

“Dirapikne pinggire ae mas,” kataku.

Aku duduk di kursi kayu yang sudah disediakan. Si tukang cukur dengan cekatan merapikan rambutku. Sesekali dia mengobrol dengan si bapak gondrong. Aku tak begitu mendengarkan. Lamunanku terlempar jauh ketika aku berambut panjang.

Dulu ketika masih kuliah, saya juga pernah memanjangkan rambut saya. Tidak sampai panjang sekali seperti para personil Grup Band Boomerang. Tapi cukup panjang untuk ukuran anak kuliahan.

Berikut ini koleksi beberapa foto saya saat masih gondrong.
Dari depan
Dari samping. Diikat pakai karet bekas bungkus nasi
Mungkin saya memanjangkan rambut karena terinfluence oleh beberapa teman saya. Waktu itu, Kecenk dan Zulham juga memanjangkan rambutnya. Berikut ini foto kami saat liburan bersama. Ada juga bro Felix dan cak Rudy.

Kecenk memakai kaos abu-abu dan berdiri paling kiri. Zulham yang bercelana merah. Saya yang berkaos merah.
Karena ada beberapa dosen yang cukup perhatian, akhirnya saya harus memotong rambut saya. Saya sempat menolak untuk memotong rambut saya. Akan tetapi, ancaman nilai yang akan dikurangi apabila memanjangkan rambut, membuat saya mengalah. Tapi tetap saja nilai saya dikurangi meskipun saya sudah memotong rambut saya.
Setelah itu, saya memanjangkan rambut saya lagi hingga kira-kira semester 9. Bahkan, ketika sidang skripsi yang pertama (di tempat saya kuliah, sidang skripsi dilakukan 3 kali) saya masih gondrong. Berikut ini foto saya saat akan menjalani sidang skripsi.
Sebelum sidang skripsi.
Itu dulu. Sekarang saya lebih suka tampil dengan rambut pendek. Selain lebih sejuk, juga terlihat lebih rapi.
Saya paling kiri, dengan jenggot kayak kambing :)

"Sudah Mas," kata si tukang cukur.

Akhirnya saya harus kembali ke masa kini. Setelah membayar, lalu saya pamit dan tak lupa senyum ke bapak yang gondrong tadi.
Semoga niat bapak mencukur rambut untuk memperoleh pekerjaan, segera tercapai. Amin.

3 komentar:

  1. mas,saya mau tanya, saya kuliah di sebuah kampus swasta. saya sudah melewati sidang PI dengan kondisi rambut gondrong. apakah saat sidang skripsi saya juga bisa rambut gondrong (tapi diikat) saat sidang skripsi? mohon jawabannya :)
    karena saya tidak ingin rambut saya dipotong menjadi pendek. terima kasih sebelumnya

    BalasHapus
  2. untuk sidang skripsi, saya hanya dilakukan 1x sistemnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa, jika gak ada himbauan rambut pendek silahkan gondrong. Tapi jika ada himbauan maka bisa dibicarakan baik2

      Hapus